Rabu, 05 November 2014

RISIKO OPRASIONAL



  1. DEFINISI RISIKO OPRASIONAL
Setiap hari perusahaan menghadapi berbagai macam risiko. Risiko-risiko yang dihadapi seperti, barang yang diproduksi tidak dapat dijual karena tidak diminati oleh konsumen, harga bahan baku yang tiba-tiba meningkat sehingga perusahaan harus membayar lebih mahal dari yang diperkirakan, piutang-piutang perusahaan yang tidak dapat tertagih, kecolongan keuangan karena karyawan yang tidak jujur, produksi yang macet karena mesin rusak, barang yang diproduksi tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan, dan lain-lain kejadian yang dapat merugikan perusahaan.
Risiko perusahaan bahkan menjadi semakin besar dengan semakin beraneka ragam barang yang diproduksi perusahaan dan semakin kompleks pekerjaan yang dilakukan, atau semakin banyak transaksi yang terjadi. Dengan kata lain, semakin kompleks aktivitas yang dilakukan, semakin besar risiko oprasional yang dihadapi.
Risiko oprasional merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah internal perusahaan. Risiko ini terjadi disebabkan oleh lemahnya sistem kontrol manajemen yang dilakukan oleh internal perusahaan.
Basel II Capital Accord mendefinisikan risiko operasional sebagai risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak berjalannya proses internal, manusia dan sistem, serta sebagai akibat dari kejadian eksternal dan hukum. Walaupun risiko ini dapat diterapkan pada semua jenis organisasi bisnis, keterkaitan utamanya adalah pada bidang perbankan yang regulatornya bertanggung jawab untuk menciptakan pengamanan sebagai perlindungan tehadap kegagalan sistem perbankan dan ekonomi. Risiko oprasional mencakup pula risiko hukum tapi mengecualikan risiko strategi yaitu risiko kerugian karena buruknya keputusan strategi bisnis. Definisi ini juga mengecualikan risiko reputasi walaupun disadari bahwa suatu kerugian oprasional yang cukup besar tapi tidak fatal juga dapat mempengaruhi reputasi dan dapat membawa dampak lanjutan pada keruntuhan bisnis dan kegagalan organisasi.
Risiko operasonal dapat menimbulkan kerugian keuangan secara langsung maupun tidak langsung dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh keuntungan. Risiko ini merupakan risiko yang melekat (inherent) pada setiap aktivitas fungsional, seperti kegiatan perkreditan (penyediaan dana), tresuri dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen, dan pengelolaan sumber daya manusia.
Risiko operasional bukanlah hal baru walaupun disadari merupakan risiko yang paling akhir terdefinisikan dalam Basel II. Definisi risiko operasional dalam Basel II adalah termasuk risiko hukum, namun tidak mencakup risiko bisnis, strategis dan reputasi.


  1. KARAKTERISTIK RISIKO OPRASIONAL
Berbagai bentuk risiko operasional, seperti penipuan, telah dikelola secara aktif melalui teknologi, pengendalian dan sistem keamanan yang digunakan pada sebagian perusahaan. Dalam Basel II ditambah mengenai manajemen risiko operasional, dimana suatu perusahaan disyaratkan untuk mengkuantifikasi, mengukur, dan mengalokasi modal untuk menutupi risiko operasional sebagaimana halnya risiko kredit dan risiko pasar.
Risiko operasional dulu dikelola secara informal, sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari seorang manajer, yang tak pernah memikirkan bahwa sebetulnya pekerjaannya merupakan praktek dari manajemen risiko. Selain itu, pengelolaan risiko operasional umumnya dilakukan oleh bidang audit dan kepatuhan. Namun seringkali risiko operasional ini terlambat diidentifikasikan, karena audit menilai berdasarkan past performance.
Oleh sebab itu, masalah risiko operasional harus dikelola sebagai bagian manajemen risiko perusahaan. Risiko operasional seringkali terkait dengan risiko kredit dan risiko pasar, kegagalan risiko operasional dalam kondisi pasar yang tertekan mempunyai potensi menimbulkan kerugian yang besar. Jika risiko operasional tidak dikelola sebagai disiplin risiko yang berbeda, dapat mengabaikan masalah risiko yang penting, serta bisa dalam mengukur kinerja, yang berakibat pada risiko keputusan manajemen yang kurang tepat, karena informasi yang tidak akurat.
Unit kerja operasional, seharusnya merupakan unit yang paling memahami risiko yang akan dihadapi. Unit operasional harus aktif dan secara langsung melakukan identifikasi, menilai dan mengukur risiko yang ada, mengendalikan risiko, serta mematuhi limit yang telah ditetapkan oleh Unit Kerja Manajemen Risiko. Unit kerja operasional juga harus melaporkan kepada atasan langsung setiap ditemukan pelanggaran yang terjadi.
Terdapat empat jenis kejadian risiko operasional berdasarkan frekuensi dan dampak, yaitu :
  1. Low Frequency/Low Impact (LF/LI) – jarang terjadi dan dampaknya rendah.
  2. Low Frequency/High Impact (LF/HI) – jarang terjadi namun dampaknya sangat besar.
Sangat sulit untuk diantisipasi dan diprediksi serta memiliki potensi untuk menyebabkan kerugian yang besar.
  1. High Frequency/Low Impact (HF/LI) – sering terjadi namun dampaknya rendah.
Jenis risiko ini dikelola untuk meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang pada umumnya sudah diantisipasi dan dianggap sebagai biaya pelaksanaan kegiatan usaha.
  1. High Frequency/High Impact (HF/HI) – sering terjadi dan dampaknya sangat besar.

Secara umum manajemen risiko operasional memfokuskan kepada dua jenis kejadian, yaitu :
  1. Low frequency/high impact (LF/HI)
  2. High frequency/low impact (HF/LI)
Perusahaan mengabaikan suatu kejadian yang memiliki low frequency/low impact karena membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mengelolah dan memantau dibandingkan kerugian yang timbul bila terjadi. High frequency/high impact events tidak relevan karena bila kejadian ini terjadi perusahaan (khususnya perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan) secara cepat akan menderita kerugian yang besar dan harus menghentikan usahanya. Kerugian ini juga tidak berkelanjutan dan pengawas akan mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan praktek-praktek bisnis yang buruk. High frequency/low impact events dikelola dengan meningkatkan efisiensi usaha. Kejadian ini umumnya sudah dipahami dan dianggap sebagai ‘the cost of doing business’.


  1. BENTUK-BENTUK RISIKO OPRASIONAL
Risiko oprasional ini tentu saja tidak muncul secara sendirinya tanpa ada faktor yang dapat mempengaruhinya. Adapun faktor yang membentuk risiko oprasional yaitu :
  1. Risiko pada Komputer
Risiko pada bidang komputer bisa terjadi karena berbagai faktor seperti faktor masuknya virus yang disebabkan oleh proteksi software yang tidak memadai. Komputer yang dalam praktiknya menggunakan jaringan internet paling rentan terhaadap risiko ini. Tidak hanya itu, faktor human error juga turut melatarbelakangi risiko ini seperti kesalahan pemakaian dan tidak stabilnya tegangan listrik. Oleh karena hal tersebut, maka dalam suatu perusahaan perlu seorang ahli IT yang tangguh dan berkualitas sehingga bilamana risiko ini timbul perusahaan dapat menanggulanginya.
Risiko-risiko yang timbul dalam bidang komputer :
  1. Terjadinya perubahan data-data komputer karena faktor terserang oleh virus. Solusinya, untuk setiap komputer perlu adanya backup data yang dianggap penting dan memproteksi komputer dari hardware asing.
  2. Komputer adalah tehnologi yang selalu mengalami perubahan terutama program yang ditawarkan maka perlu personel yang memiliki kualitas IT tinggi agar bisa menghindari risiko dikemudian hari.
  3. Komputer adalah masuk dalam kategori IT yang memiliki nilai pasar yang tinggi, sehingga setiap pergantian perangkat komputer dan biaya tenaga ahlinya akan membutuh biaya yang tinggi.
  1. Kerusakan Maintenance Pabrik
Perusahaan yang memiliki mesin sangat mengandalkan pada kualitas peralatannya dalam menunjang produksi, maka biaya pada pemeliharaan dan perawatan dan penggantian peralatan pabrik bersifat rutin. Disisi lain kehadiran teknisi yang alhi dalam mengoprasikan dan cukup mengerti mengenai mesin tersebut sangat dibutuhkan.
Risiko yang ditanggung saat timbulnya kerusakan maintenance pabrik :
  1. Terhentinya aktivitas produksi selama beberapa saat. Solusinya, bahwa setiap perusahaan disarankan untuk selalu menyediakan mesin cadangan beserta suku cadangnya agar aktifitas produksi tidak terbuang percuma.
  2. Biaya service dengan mendatangkan tenaga ahli, jika perusahaan tidak memilikinya.
  3. Biaya penggantian dalam bentuk pembelian baru beberapa peralatan pabrik.
  1. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja terjadi pada saat perusahaan tidak menerapkan dan memberlakukan suatu konsep keselamatan dan jaminan bekerja sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.
Bentuk Risiko kecelakaan yang akan dialami perusahaan :
  1. Perusahaan harus memperbaiki sistem manajemen kerja yang telah diterapkan karena dianggap tidak efektif.
  2. Bila kecelakaan kerja sering terjadi dan dapat sorotan pers maka akan berakibat turunnya reputasi perusahaan dimata konsumen dan mitra bisnis.
  3. Bila perusahaan tidak menerapkan keselamatan kerja maka saat mengajukan pinjaman ke perbankan akan mengalami kendala.
  1. Kesalahan dalam Pembukuan Secara Manual (manual risk)
Risiko dalam bidang pembukuan secara manual terjadi karena beberapa sebab :
  1. Pembukuan secara manual ditulis atau dicatat dikertas akan cepat rusak.
  2. Jika kesalahan dalam pencatatan secara manual maka penyelesaian dan pencarian sumber masalah dilakukan secara manual.
  3. Proses penyusunan pembukuan berlangsung dengan waktu yang lama sehingga pekerjaan tidak efisien dan efektif.
  1. Kesalahan Pembelian Barang dan Tidak ada Kesepakatan Barang Ditukat Kembali
Risiko ini timbul karena tidak adanya kesepakatan mengenai syarat dan ketentuan dalam hal jual-beli barang, seperti ketentuan dalam hal retur barang serta kesepakatan lainnya. Adapun risiko kerugian yang akan ditanggung perusahaan sebagai berikut :
  1. Bila barang yang dibeli untuk dijual kembali tidak laku dijual perusahaan akan menggalami kerugian.
  2. Bila ada barang sisa yang tidak dapat ditukar dengan yang baru, maka memaksa perusahaan menjual dengan harga murah. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan barang bila terlalu lama disimpan.
  3. Perusahaan tidak bisa melakukan penghematan biaya.
  1. Pegawai Outsourcing
Pegawai outsourcing adalah pegawai yang disediakan oleh suatu lembaga penyedia pegawai yang kemudian oleh lembaga penyedia pegawai akan ditawarkan ke perusahaan untuk diperkerjakan dengan kontrak.
Alasan Perusahaan menerapkan sistem Outsourcing yaitu :
  1. Biaya yang dikeluarkan lebih murah karena tinggal menghubungi lembaga penyalur kerja.
  2. Pegawai outsourcing lebih siap kerja karena sudah dipersiapkan.
  3. Perusahaan hanya bertanggung jawab kepada lembaga penyalur tenaga kerja sesuai kesepakatan.
  4. Tidak ada biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan seperti uang pension dan pesangon.
  5. Perusahaan dengan mudah mengganti karyawan setelah habis kontrak.
Ada beberapa risiko yang harus ditanggung perusahaan ketika menerima pegawai outsourcing :
  1. Tidak punya rasa tanggung psikologis untuk menjaga perusahaan karena pegawai tersebut lebih bertanggung jawab pada penyalur.
  2. Rahasia perusahaan selama ia bekerja mungkin diketahui publik bila ia tidak lagi bekerja diperusahaan.
  1. Globalisasi dalam Konsep dan Produk
Era globalisasi telah memberikan perubahan bagi konsep bisnis pada seluruh sektor bisnis, baik financial dan non financial sehingga penciptaan konsep produk dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut, jika tidak artinya produk tersebut tidak akan laku di pasaran secara baik. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan pelatihan dan pendidikan bagi para karyawan agar mengetahui konsep dan cara berfikir global yang kemudian akan tertuang dalam bentuk hasil produk.


  1. PERISTIWA RISIKO OPRASIONAL
Basel II mengelompokkan peristiwa dalam risiko oprasional ke dalam 5 kelompok, yaitu :
        1. Resiko proses internal
        2. Risiko Manusia
        3. Risiko sistem
        4. Risiko Eksternal
        5. Risiko Hukum
  1. Risiko Proses Internal (Internal Process Risk)
Risiko yang terkait dengan kegagalan dari suatu proses atau prosedur seperti :
  1. Kesalahan, ketidaklengkapan dan ketidaktepatan dokumentasi
  2. Kurang pengawasan
  3. Kesalahan pemasaran
  4. Kesalahan penjualan
  5. Praktek pencucian uang
  6. Kesalahan atau ketidaktepatan pelaporan
  7. Prosedur yang tidak sesuai dengan regulasi
  8. Kesalahan transaksi
  1. Risiko Sumber Daya Manusia (People Risk)
Suatu risiko yang berhubungan dengan karyawan atau lebih tepatnya dapat dikatakan sebagai oknum karyawan. Sebab terjadinya risiko ini yaitu : kesalahan manusia, pegawai yang tidak kompeten, adanya niat jahat, kehilangan karyawan kunci, dan penipuan.
  1. Risiko Sistem (Systems Risk)
Suatu risiko yang berhubungan dengan penggunaan sistem dan teknologi perusahaan sangat tergantung pada sistem dan teknologi yang digunakan untuk membantu kegiatan sehari-hari. Penyebab munculnya risiko system yaitu :
  1. Keruksakan dan kehilangan data
  2. Kesalahan dalam proses memasukan data
  3. Ketidakcukupan dalam pengawasan perubahan sistem
  4. Ketidakcukupan pengawasan pekerjaan yang terkait dengan sistem
  5. Kesalahan dalam proses program
  6. Ketergantungan pada teknologi dan kepercayaan terhadap sistem internal tanpa adanya evaluasi
  7. Ganguan pelayanan akibat kegagalan sistem, baik sebagian atau keseluruhan
  8. Masalah sistem keamanan
  9. Ketidaksesuaian sistem
  10. Penggunaan teknologi baru yang belum teruji
  1. Resiko Eksternal (Eksternal Risk)
Risiko yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi yang berada diluar kekuasaaan langsung dari perusahaan seperti bencana alam, terorisme,pemogokan masal, unjuk rasa dan kerusuhan, resesi dan krisis ekonomi, krisis politik, sengketa antar negara dan perang.
  1. Resiko Hukum (Legal Risk)
Risiko hukum berasal dari ketidakpastian tindakan hukum atau ketidakpastian dalam menginterpretasikan atau mengaplikasikan kontrak, hukum dan peraturan. Risiko hukum memilki dua aspek, yaitu ketidakpastian yang bersumber pada tuntutan hukum yang dilakukan oleh stakeholder dan ketidakpastian legislasi, interprestasi dan proses pengadilan.

  1. PENGUKURAN RISIKO OPRASIONAL
Pengukuran risiko operasional dapat dilakukan dengan menepatkan tingkatan dari setiap bentuk risiko yang terjadi. Yaitu semakin tinggi risiko maka semakin tinggi kemungkinana untuk memperoleh return yang diharapkan (actual return), dengan asumsi risiko dan return bersifat linear.


Hubungan Expected Return dan Standar Deviasi
dalam Perspektif Risiko Oprasional
Keterangan :
E(R) = Expected return atau keuntungan yang diharapkan
       = Standar deviasi atau simpangan baku. Simpangan baku di sini sering diartikan dengan tingkat risiko, yaitu semakin besar simpangan bakunya maka semakin besar risiko yang akan terjadi.

Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan antara E(R) dan σ. Dimana setiap titik-titik dan wilayah menjelaskan :
  1. Posisi I adalah dimana E(R) berada di posisi yang tertinggi dan σ juga berada diposisi yang tertinggi dalam artian semakin tinggi pengharapan pada E(R) maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya risiko. Dengan kata lain E(R) bersifat searah (linier) dengan risiko yang diterima.
  2. Posisi II adalah dimana E(R) pada rendah dan σ pada posisi tinggi atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat tidak searah (nonlinier).
  3. Posisi III adalah dimana E(R) berada pada posisi rendah dan σ juga berada pada posisi rendah atau dengan kata lain E(R) dan σ bersifat searah (linier).
  4. Posisi IV adalah dimana E(R) berada pada posisi tinggi dan σ berada pada posisi rendah atau E(R) dan σ bersifat tidak searah (non linier).
  5. Posisi M adalah posisi yang dianggap sebagai titik optimal untuk kondisi E(R) dan σ.

  1. BIAYA RISIKO OPRASIONAL
Untuk mengatasi risiko operasional perusahaan membuat analisa yang mencakup :
  1. Menghitung dan memetakan bentuk risiko yang sedang dan akan dihadapi.
  2. Menghitung berapa biaya yang harus di alokasikan menyangkut pengelolahan risiko.
  3. Memutuskan pembentukan mekanisme seperti apa yang layak diterapkan untuk mengelola resiko.
  4. Memutuskan dari mana sumber dana yang akan dialokasikan untuk mendukung penyelesaian risiko operasional.


  1. RISIKO OPRASIONAL DAN MODAL KERJA
Pemahaman risiko operasional berhubungan dengan modal kerja yang dikeluarkan oleh karena itu perlu dilakukan pembuatan pembukuan dengan tujuan :

  1. Dapat dijadikan sebagai laporan pertanggung jawaban pada pimpinan.
  2. Dapat dijadikan sebagai alat prediksi dalam memperkirakan berbagai kebutuhan perusahaan untuk jangka panjang.
  3. Sebagai pedoman bagi berbagai pihak yang berkepentingan untuk melihat kondisi perusahaan dalam menjalankan aktifitasnya.
  4. Sebagai bahan rekomendasi seorang investor dalam mengambil keputusan.

Tidak ada komentar: